It's me

It's me
It's all about me

Minggu, 04 Maret 2012

Tulisan 2 : Softskill Penting untuk Modal Hidup

Banyak orang mendalami suatu bidang ilmu berat secara fokus untuk dikuasai. Dan karena fokus itu, bidang yang lain seringkali dianggap remeh. Begitu juga dalam pendidikan, setiap orangtua pasti bangga jika anaknya pintar dalam ilmu komputer, mahir matematika, tapi tampaknya jarang ada yang bangga jika anaknya mahir menulis atau berbicara. Dan kemampuan softskill memang kurang dapat direpresentasikan dalam nilai-nilai dan kurang diapresiasi di jenjang pendidikan, tapi sangat terasa manfaatnya jika telah memasuki kehidupan nyata nantinya.

Seperti yang kita tahu, dunia kerja itu keras, tidak hanya melulu membutuhkan kemampuan hardskill yang mumpuni, tapi harus ditunjang kemampuan berbahasa dan bernalar yang baik. Kita mungkin boleh memfokuskan kemampuan kita dalam suatu bidang, tapi akan fatal akibatnya jika kita tidak memiliki kemampuan softskill sebagai penunjang. Sebagai contoh, seorang ilmuwan yang amat mahir matematika pun, jika menemukan rumus atau metode baru akan susah mengkomunikasikannya ke orang-orang di sekelilingnya jika ia tidak memiliki kemampuan bicara dan tata bahasa yang baik. Atau seorang ahli biologi yang menemukan teori baru, akan susah mengkomunikasikannya ke orang-orang di sekelilingnya tentang teori tersebut jika ia tidak bisa menulis dan memilah kata dengan benar. Bisa dibilang, softskill adalah jembatan intelektualitas kita ke dunia luar. Jadi softskill sangat berguna, agar pengetahuan kita pada suatu bidang dapat tersampaikan sehingga dapat berguna bagi sekeliling.

Selain itu, kita mungkin sibuk bergelut menguasai suatu bidang yang kita pilih, tapi jangan lupa bahwa hidup tak selalu berjalan mulus seperti yang kita duga. Banyak orang-orang berpendidikan tinggi yang mahir pada bidang tertentu, pada kenyataannya mendapat pekerjaan tentang bidang yang amat jauh berbeda. Banyak ditemui belakangan ini sarjana komputer yang bekerja di bidang akutansi, atau sarjana psikologi yang bekerja di bidang periklanan. Saat itu terjadi, softskill lah penyelamat mereka. Karena itu softskill jauh lebih penting untuk dipelajari daripada ilmu hardskill yang terfokus dan mendalam. Karena pada penerapannya, ilmu yang terlalu mendalam seringkali tidak perlu diaplikasikan dalam hidup, sedangkan softskill digunakan pada hampir semua bidang kehidupan. Terlepas dari dunia kerja, lebih dari itu menurut saya softskill adalah modal hidup manusia.
 Kemampuan sampingan yang bisa kita sebut softskill itu telah banyak menyelamatkan hidup orang-orang yang memilikinya. Orang-orang yang tidak bersekolah tinggi pun seringkali sukses menata hidupnya karena kemampuan softskillnya. Para pedagang, wirausaha, mereka lebih banyak memanfaatkan softskillnya daripada pengetahuan mereka dari bangku sekolah tentang ilmu-ilmu berat yang kita sebut hardskill. Rumus-rumus, teori-teori para ahli, definisi-definisi, semua itu semakin lama akan terkikis dari pikiran kita karena aplikasinya dalam hidup kurang dibutuhkan. Lebih dari itu, softskill menurut saya lebih mengacu pada tingginya derajat berpikir seorang manusia. Seseorang yang lebih bisa menata bahasa dalam berbicara, atau mengaplikasikannya dalam tulisan, akan memiliki adab yang lebih dalam hidupnya. Seseorang yang tutur bahasanya lebih seru juga tentu lebih asyik dijadikan teman bicara dan lebih bisa menarik hari banyak orang. Itulah softskill, tidak mementingkan nilai-nilai konkrit diatas kertas, justru lebih mengacu pada ketinggian nilai hidup seseorang. Terlepas dari segi komersil atau materiil, softskill itu penting untuk mempelajari cara mengekspresikan semua perasaan di dalam pikiran dan hati manusia. Jika seseorang telah memiliki kemampuan softskill yang baik, bisa dibilang orang tersebut punya modal sukses dalam aspek hidupnya, karena softskill membuat seseorang lebih peka menjiwai hidupnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar